}
"Mari Mengenal Nabi Muhammad Saw dan Sahabat Nabi Muhammad Saw Lebih Dekat Dengan Membaca dan Meneladani Kisah Hidup Mereka, Agar Kita Dapat Menjalankan Kehidupan Yang Lebih Baik Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad Saw Dan Para Sahabat Beliau."

Sahabat Nabi Muhammad Saw Khalifah Umar Bin Khathab R.a

Sosok Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Bin Khatab R.a

Hampir dipastikan semua umat islam akan mengenal sosok Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar bin Khaththab RA, keberanian, keadilan, kecerdasan, sikap kritis, keras dan ketegasannya, sekaligus kelembutan,  kesedihan dan hatinya yang mudah tersentuh, adalah dua kondisi berlawanan yang menyatu dalam pribadi Umar. 
Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw
Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Bin Khatab
Terutama keberaniannya, telah terkenal sejak dia belum memeluk islam, beliau merupakan seorang ahli berkelahi, hal ini didukung dengan potur tubuhnya yang besar dan kekar, membuat Umar selalu memenangkan pertandingan adu kekuatan yang di adakan di Pasar Ukazh. 

Namun keberanian dan kekuatan ini pulalah yang akhirnya mengantarkan Umar pada Hidayah Allah SWT, ketika bertemu dan melawan keberanian dan kekuatan iman yang dimiliki adiknya, Fathimah binti Khaththab.


Masuk Islamnya Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Bin Khatab R.a

Kisah keislamannya ini berawal ketika tokoh-tokoh kafir Quraisy seperti Abu Jahal bin Hisyam, Uqbah bin Nafik dan para tokoh lainnya gagal membunuh Rasulullah Saw, Hal ini menyebabkan dakwah Islam semakin meluas, dan beberapa orang Sahabat Nabi Muhamad Saw berhasil hijrah ke Habsyi, sehingga dapat beribadah dengan tenang di bawah lindungan Raja Najasyi. 

Sebagai seorang yang ditakuti di Makkah, Umar merasa hanya dirinya sendiri yang dapay membunuh Muhammad, yang dianggapnya telah murtad dan memecah belah kaum Quraisy serta memaki dan menghina agama nenek moyangnya.

Ketika itu Umar pergi ke tempat Rasulullah Saw berada yaitu Darul Arqam, tempat diman Rasulullah Saw mengajarkan Islam kepada sahabat-sahabat beliau. Di tengah perjalanan ia bertemu Nu'aim bin Abdullah, yang menanyakan hendak kemana Umar pergi dengan membawa pedang yang terhunus. 

Baca Juga :
  1. Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw Ali Bin Abu Thalib
  2. Kisah Sahabat Nabi Muhammad Thalhah Bin Ubaidillah
  3. Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw Pemilik Doa Mustajab
  4. Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw Abu Bakar R.a

Begitu mengetahui niatnya untuk membunuh Rasullullah SAW, Nu'aim justru mencela Umar dengan berkata, "Hendaknya engkau meluruskan urusan keluargamu dulu sebelum urusan Bani Manaf.  Sesungguhnya adikmu sendiri Fathimah binti Khaththab dan suaminya yang juga anak pamanmu, Sa'id bin Zaid R.a telah mengikuti ajaran Muhammad, merekalah yang harus engkau selesaikan urusannya."

Betapa geramnya Umar mendengar penjelasan Nu'aim bin Abdullah, akhirnya Umar membelokan langkahnya menuju rumah Sa'id bin Zaid dengan kemarahan yang memuncak. Saat itu, di rumah Sa'id juga ada Sahabat Nabi Muhammad Saw Khabbab ibnu Aratt yang sedang mengajarkan ayat-ayat Al Qur'an pada Zaid dan Istrinya Fatimah.

Sesampainya Umar di rumah Zaid, Umar berteriak memanggil Zaid dari depan pintu rumah Said, Mendengar kedatangan Umar, Khabbab yang sedang mengajarkan Al-Quran kepada Said dan Fatimah langsung bersembunyi di belakang rumah mereka, kemudaian Sa'id membukakan pintu dan Fathimah menyembunyikan lembaran mushaf Al Qur'an yang sedang  dia pelajari.

Begitu melihat Sa'id, kemarahan Umar memuncak dan tidak bisa dibendung lagi, sehingga kemarahannya kepada Rasulullah Saw dialihkan kepada adik iparnya tersebut. Dibentaknya Sa'id sebagai murtad dan memukulnya hingga terjatuh. Melihat hal itu Fathimah mendekat untuk membela suaminya, tetapi Fatimah pun mendapat pukulan dari Umar di wajahnya.

Keadaan ini membuat suasana di rumah Sa'id menjadi mencekam dan membahayakan. Setelah Sa'id terjatuh kemudian Umarm menduduki dadanya, dan mencekik Sa'id hingga tidak dapat bergerak dan bernafas.

Melihat hal itu Sahabat Nabi Muhammad Saw yang juga merupakan adik Umar yaitu Fatimah berteriak dan berkata, "Hai musuh Allah, beraninya engkau memukul kami karena kami beriman kepada Allah…! Hai Umar, Berbuatlah sesuka hatimu, karena kami akan tetap bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa Muhammad adalah Rasullullah…!"

Mendengar perkataan adiknya tersebut, Umar tersentak bagaikan disambar petir, perkataan itu seakan menembus hatinya dan membuat umar terkejut dan mesasa heran. Umar bin Khaththab R.a adalah seorang lelaki yang sering digambar sebagai orang yang kuat dan keras apabila ia berbicara, maka orang akan terpaksa mendengarkannya, jika berjalan, langkahnya cepat bagai dikejar orang, jika berkelahi maka pukulannya adalah pukulan maut yang mematikan.

Umar pun berfikir sejenak dan berkata kepada dirinya sendiri " Kekuatan apa yang telah membuat Adik ku sendiri berani menentangnku, terlebih lagi dia seorang wanita, pastilah kekuatan yang mendorongnya adalah kekuatan yang maha dasyat !!" Setelah berfikir akhirnya kemarahan Umar mereda, dan bertanya tentang lembaran - lembaran yang di sembunyikan oleh adiknya tersebut.

Mendengar Umar meminta lembaran Al-Quran tersebut Fatimah pun dengan berani Berkata, "Tidak mungkin aku memberikannya kepada mu, lembaran itu  tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci! jika engkau ingin memegangnya Pergilah, mandi dan bersuci..!!”

Bagai anak kecil yang penurut, Umarpun pergi untuk membersihkan dirinya, sesaat kemudian ia kembali dengan jenggot yang masih dalam keadaan basah. Diberikanlah lembaran mushaf yang berisi Surah Thaha ayat 1 - 6. Setelah membaca ayat-ayat tersebut, keluarlah kata-kata yang mengejutkan dari mulut Umar, "Tidak pantas bagi Allah yang memiliki ayat-ayat yang begitu indahnya, dan begitu mulianya, mempunyai sekutu yang harus disembah, Wahai Fatimah, tunjukkanlah padaku dimana Muhammad berada?"

Sebuah pernyataan yang menunjukkan perubahan sikap dan keyakinannya selama ini terhadap Rasulullah Saw. Sahabat Nabi Muhammad Saw Khabbab bin Aratt pun keluar dari persembunyiannya dan berkata, "Bergembiralah Umar, sesungguhnya Nabi telah bersabda tentang dirimu, Beliau berdoa : Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar, Umar bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khaththab, dan engkau dipilih Allah untuk memperkuat Islam."

Mendengar hal itu dari Khabbab semakin menguatkan keyakinannya keapada Allah Swt, lalu meminta Sahabat Nabi Muhammad Saw Khabbab untuk mengantarkanya ke Darul Arqam di dekat Shafa. Di sana Umar bertemu dengan Sahabat Nabi muhammad Saw yang lain, dan melihat Rasulullah Saw bersama mereka, kemudian Rasulullah Saw memegang ujung baju Umar dan berkata, "Masuklah kamu ke dalam Islam wahai Ibnu Al Khaththab. Ya Allah, berilah hidayah kepadanya!"

Umar pun bersyahadat dan mamastikan dirinya masuk Islam, maka bertakbirlah semua Sahabat Nabi Muhammad Saw yang hadir pada saat itu, takbir yang keras hingga terdengar di sepanjang jalan di kota Makkah, Keislaman Umar mengguncangkan kaum musyrik dan menorehkan kehinaan bagi mereka, tetapi sebaliknya memberikan kehormatan, kekuatan dan kegembiraan bagi orang muslim.


Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Bin Khatab Mengumumkan KeIslamannya

Langkah pertama yang di lakukan Umar setelah memluk Islam adalah mendatangi tokoh - tokoh Quraisy yang memusuhi Rasulullah Saw , pertama ia mendatangi rumah Abu Jahal dan menggebrak pintunya. Begitu Abu Jahal keluar, Umar memberitahukan keislamannya, mendengar hal itu Abu Jahal menutup pintu dan masuk kembali ke rumahnya. 

Yang kedua ia mendatangi ruamh pamannya yang bernama Al Ash bin Hasyim, sama seperti Abu jahal mendengar keIslaman Umar dia tidak menghiraukan Umar dan masuk ke rumahnya. padahal kedua orang tersebut jika mendengar ada orang masuk Islam pasti mereka menangkap dan menyiksanya.

Ketika kembali kepada Rasulullah Saw, Umar mengusulkan agar kaum muslimin tidak sembunyi - sembunyi lagi dalam menjalankan dakwah karena menurut pendapatnya, yang mereka lakukan ini adalah kebenaran, hidup ataupun mati. Pendapatnya ini dibenarkan oleh Rasullullah Saw dan beliau pun menyetujui usul Umar.

Rasulullah Saw membagi kaum muslim menjadi dua kelompok, kelompok pertama dipimpin Sahabat Nabi Muhammad Saw yang juga merupakan Paman Nabi yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib yang telah memeluk Islam tiga hari lebih dulu dari Umar, dan kelompok kedua dipimpin Umar Bin Khatab R.a.

Orang-orang musyrik hanya terdiam dan tidak berani berbuat apa-apa, tampak jelas kesedihan di mata mereka. Karena itulah Rasulullah Saw memberikan gelar kepada Umar dengan nama Al Faruq yang berarti pemisah antara yang haq dan yang bathil.

Sejak saat itu Kaum Muslimin bisa beribadah dan membuat majelis di dekat Ka'bah, thawaf dan berdakwah, serta melakukan pencegahan terhadap siksaan-siksaan yang biasa dilakukan oleh kamu musryikin.


Sikap Umar Bin Khatab Terhadap Perjanjian Hudaibiyah

Ketika perjanjian Hudaibiyah disetujui antara pihak Quraisy dan Rasulullah Saw, sebagian besar kaum muslimin merasa kecewa, Sahabat Nabi Muhamamd Saw Umar Bin Khatab sempat berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Saw telah berdamai dan mengadakan perjanjian dengan penduduk Makkah, dalam perjanjian itu, Rasullah Saw telah memberikan syarat yang kelihatannya lebih memihak pada kaum Quraisy. Seandainya Rasulullah Saw mengangkat seorang amir yang berkuasa atasku, dan ia membuat perjanjian yang seperti itu, aku tidak akan mendengarkannya dan tidak akan taat kepadanya."

Secara umum, sikap Umar dan Sahabat Nabi Muhammad Saw yang lain dapat dipahami, selain karena gagalnya niat untuk umrah, padahal sudah sangat dekat dengan Makkah, sementara golongan lain tidak dihalangi, terlebih adalah pasal ke empat dari perjanjian tsb, yaitu : Jika ada orang-orang Quraisy yang datang kepada Rasulallah Saw tanpa seijin walinya, walaupun ia telah memeluk Islam, Rasulullah Saw harus mengembalikannya kepada mereka. Tetapi jika ada orang Islam yang meninggalkan Rasulullah Saw dan bergabung dengan orang-orang Quraisy, maka dia tidak boleh diminta untuk dikembalikan kepada Rasulullah Saw.

Pasal ini tampak nyata "kerugiannya" ketika datang salah seorang Quraisy yang telah masuk Islam, Abu Jandal bin Suhail bin Amr dalam keadaan terbelenggu datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta perlindungan. Ketika itu pihak kaum Quraisy, Suhail bin Amr, langsung meminta agar Abu Jandal, yang tidak lain anaknya sendiri, dikembalikan lagi kepadanya.

Walaupun dengan berbagai argumen, ternyata Rasulullah Saw tidak bisa mempertahankan Abu Jandal untuk bersama umat Islam lainnya. Saat itu, Umar mendekati Abu Jandal menasehatinya tetap bersabar, tetapi juga mendekatkan gagang pedangnya kepada Abu Jandal. Sebenarnya ia berharap Abu Jandal akan mengambil pedang tsb. dan menebaskan ke tubuh ayahnya, tetapi itu tidak dilakukan oleh Abu Jandal.

Sikapnya yang temperamental dan tegas terhadap kebenaran, memaksanya untuk menemui Rasulullah Saw setelah perjanjian ini dikukuhkan. Ia berkata kepada Rasulullah Saw, "Ya Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebathilan?" Rasulullah Saw membenarkan perkataan Umar.

"Bukankah korban meninggal di antara kita berada di surga, dan korban mati di antara mereka di neraka." Kata Umar lagi.

Rasulullah Saw membenarkan lagi. Umar berkata lagi, "Lalu mengapa kita harus merendahkan agama kita dan kembali, padahal Allah Swy belum memberikan keputusan antara kita dan mereka.?"

Rasulullah Saw menjawab, "Wahai Ibnul Khaththab, aku adalah Rasul Allah, dan aku tidak akan mendurhakaiNya, Dia penolongku, dan sekali-kali Dia tidak akan menelantarkan aku."

Bukan namanya Umar Al Faruq, kalau ia berhenti dengan penjelasan seperti itu, ia berkata lagi, "Bukankah engkau telah memberitahukan kepada kami, kita akan mendatangi Ka'bah dan Thawaf disana?"

"Apakah aku pernah menjanjikan kita melakukannya tahun ini?" Kata Rasulullah Saw.

"Tidak, Ya Rasul…!" Jawab Umar.

Maka Rasulullah Saw pun  menegaskan, "Kalau begitu, engkau akan pergi ke Ka'bah dan thawaf disana!!"

Walau tidak bisa lagi mendebat Rasulullah Saw, kemudian Umar mendatangi Abu Bakar dan menyampaikan keresahan yang dirasakannya dan sebagian besar Sahabat Nabi Muhammad Saw lainnya. Tetapi Abu Bakar memberikan jawaban yang sama dengan Rasulullah Saw, dan akhirnya ia menasehati Umar, "Patuhlah engkau kepada perintah dan larangan beliau sampai engkau meninggal dunia, Demi Allah, beliau berada di atas kebenaran."

Tak lama setelah itu, turunlah wahyu Allah, yang artinya : "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (Al Fath 1). Rasulullah Saw membacakan ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya kepada Umar, mendengar ayat - ayat tersebut barulah Umar merasa tenang.

Kemudian Umar merenung dan menyadari apa yang dilakukannya kepada Rasulallah Saw, sangatlah tidak baik hal ini membuat Umar tidak berhenti menyesalinya. Ia mengungkapkan kegundahan hatinya dengan berkata, "Setelah itu aku terus menerus melakukan berbagai amal, bersedekah, berpuasa, shalat dan berusaha membebaskan dari apa yang kulakukan saat itu. Aku selalu dibayangi dengan peristiwa itu, dan aku berharap semoga ini merupakan kebaikan (sebagai penebus sikapku saat itu)"


Kelembutan Hati Sahabat Nabi Muhammad Umar Bin Khatab

Rasa kasihan kepada kepada pemeluk non Islam

Sikap tegas dan temperamental Umar bin Khaththab ternyata berubah drastis ketika ia telah dibaiat menjadi Seorang khalifah setelah meninggalnya Abu Bakar R.a. Pernah suatu ketika ia melewati biara seorang rahib, yang kemudian memanggilnya. Ketika melihat kehidupannya yang susah dan semangatnya dalam zuhud -meninggalkan segala kesenangan dunia- Umar jadi menangis.

Begitu diberitahukan kalau dia seorang Nashrani, Umar berkata, "Aku tahu dia seorang Nashrani, namun aku kasihan kepadanya. Sayang sekali ia dalam kelelahan dan kepayahan dalam kehidupan dunia ini, sedangkan di akhirat nanti ia masuk neraka."

Pernah suatu ketika dikabarkan kepada Umar yang saat itu menjabat sebagai Amirul Mukminin, bahwa ada seseorang yang murtad, lalu oleh pasukan yang dipimpin oleh Sahabat Nabi Muhammad Saw yang bernama Abu Musa Ra, orang tersebut dihukum mati. mendengar hal itu Umar sangat menyesalkan tindakan tsb. Dan berkata, "Apakah engkau telah menahannya selama tiga hari dan memberinya roti, serta memintanya untuk kembali kepada Islam dan bertaubat, kembali kepada perintah Allah? Ya Allah, sesungguhnya aku tidak hadir saat itu, tidak memerintahkannya, dan tidak ridha atas apa yang mereka lakukan jika kabar ini sampai kepadaku sebelumnya."

Walaupun secara hukum syariat, apa yang dilakukan oleh Abu Musa R.a sebagai komandan pasukan tidak salah, tetapi tetap saja hal itu meresahkan Umar Bin Khatab sebagai Amirul Mukminin, yang sebenarnya harus melindungi semua manusia yang berada di bawah pemerintahannya.


Menolong persalinan keluarga pengembara

Telah menjadi kebiasaan bagi Umar sebagai Amirul Mukminin untuk berkeliling kota saat malam hari menjelang. Suatu ketika ia menemukan suatu kemah tua dari kulit unta di suatu padang pasir, yang sebelum ini tidak pernah ditemuinya. Di luarnya ada seorang lelaki duduk termenung. Umar menghampirinya, dan bertanya, "Assalamualaikum, dari mana anda datang?"

"Wahai tuan," Kata orang itu, "Saya orang asing disini yang datang dari hutan, saya hendak menemui Amirul Mukminin untuk mengharap belas kasihannya."

Tampaknya orang tersebut belum pernah bertemu dan mengenali wajah Umar, dan Umar tidak mau membuka jati dirinya. Ia berkata, "Katakanlah keperluanmu, aku bersedia membantu,"  

Tiba-tiba didengarnya ada suara rintihan dari dalam kemah, Umar menanyakannya lagi, tetapi orang tersebut malah menyuruh Umar pergi, tanpa menjelaskannya. Setelah Umar terus mendesak, orang tersebut berkata, "Jika benar engkau ingin membantu, baiklah kuberitahukan. Di dalam kemah tersebut adalah istriku yang mengerang kesakitan karena akan melahirkan."

"Apakah ada orang lain yang sedang merawatnya?" Tanya Umar. 

Orang tersebut menggeleng sedih. Mendengar jawaban ini, Umar bergegas pulang dan menemui istrinya, Umi Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw. Ia menceritakan secara apa yang dilihatnya, dan berkata, "Wahai istriku, sesungguhnya Allah Swt membuka jalan bagimu, jalan yang mulia di sisi Allah, agar engkau memperoleh peluang berbuat kebaikan malam ini."

Umar memintanya membantu persalinan pengembara tsb. dan istrinya setuju. Ia mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dan Umar juga membawa perbekalan, kemudian bergegas menuju padangdimana suami istri pengembara itu berada. Sampai di sana, Umi Kultsum langsung masuk kemah dan menolong persalinan sang istri, sedang Umar menyalakan api kemudian memasak makanan untuk dua orang tersebut.

Tidak berapa lama, terdengar seruan Umi Kultsum dari dalam kemah, “Ya Amirul Mukminin, ucapkanlah tahniah (selamat) kepada saudaramu itu, karena ia memperoleh seorang anak laki-laki."

Mendengar ucapan dari dalam kemah tersebut, si lelaki jadi terkejut. Tidak disangkanya kalau yang bersusah payah membantunya ini ternyata Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Bin Khatab, Amirul Mukminin yang sempat diacuhkannya. Umar meminta istrinya membawa masuk makanan bagi sang ibu baru tsb. Dan terhadap si lelaki yang tampak terkejut, ia berkata, "Tidak mengapa wahai Saudara, janganlah kedudukanku ini membebani perasaanmu. Datanglah besok menemuiku, aku akan mencoba menolongmu!"

Setelah semuanya selesai, Umar dan Istrinya Ummi Kultsum berpamitan.


Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Menemukan Menantunya

Salah satu kebiasaan Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar bin Khaththab saat menjadi khalifah, adalah berkeliling kota di waktu malam untuk mengetahui keadaan umat Islam. Ia khawatir kalau ada di antara mereka yang merasa terdzalimi karena kepemimpinannya, dan akan memberatkan hisabnya di akhirat.

Dalam salah satu perjalanannya menjelang fajar, ia mendengar pembicaraan seorang ibu dan anaknya. Ibu itu meminta anak perempuannya untuk mencampur susu yang akan dijual pagi harinya dengan air. Tetapi sang anak dengan tegas menolak dan berkata, "Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mukminin telah melarangnya!"

Tetapi ibunya tetap saja menyuruh anaknya, karena kebanyakan penjual susu melakukan itu, apalagi Amirul Mukminin Umar bin Khaththab tidak akan mengetahuinya. Tetapi putrinya itu bertahan untuk tidak mencampurinya dan berkata, "Jika Umar tidak melihatnya, pasti Tuhannya Umar melihatnya, aku tidak mau melakukannya karena sudah dilarang."

Umar begitu tersentuh dengan ucapan anak perempuan itu. Pagi harinya ia menyuruh putranya, Ashim untuk mencari tahu tentang keluarga tersebut, yang ternyata salah seorang dari Bani Hilal. Umar berkata pada anaknya, "Wahai anakku, nikahlah dengannya, sesungguhnya ia yang pantas melahirkan keturunan seorang penunggang kuda yang akan memimpin Arab."

Ashim memenuhi permintaan ayahnya tersebut untuk menikah dengan anak gadis penjual susu itu. Dari pernikahannya itu, istrinya melahirkan seorang anak perempuan, yang kemudian dinikahi Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan ini lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin adil dan jujur, tak ubahnya Khulafaur Rasyidin yang empat, walaupun ia tumbuh dan dewasa di kalangan Bani Umayyah yang mengagungkan kemewahan dan kekuasaan. Seorang pemimpin yang zuhud, sederhana dan wara' sebagaimana kakek buyutnya, Umar bin Khaththab, sehingga ia sering disebut Khulafaur Rasyidin yang ke lima.


Karamah Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar bin Khaththab

Memperingatkan Pasukan Perang dari Mimbar Jum'at

Suatu ketika Umar bin Khathab tengah berkhutbah di Masjid Madinah, tiba-tiba ia berkata lantang, "Wahai pasukan Ibnu Hishn, gunung! gunung! Menjauhlah dari gunung! Barang siapa meminta srigala menggembalakan kambing, ia dzalim!"

Sesaat kemudian ia meneruskan khutbahnya. Tentu saja para Sahabat Nabi Muhammad Saw yang saat itu sedang menjadi jamaah jum'at, saling berpandangan tak mengerti, apa maksud dari Amirul Mukminin dengan perkataannya tsb. Usai shalat, Sahabat Nabi Muhammad Saw yang merupakan sepupu Rasulullah Saw Ali bin Abi Thalib menghampiri Umar dan menanyakan apa yang terjadi.

"Engkau mendengarnya?" Tanya Umar.

"Tentu saja, dan juga semua orang di dalam masjid!" Kata Ali.

Umar menjelaskan, kalau dengan hatinya ia melihat orang-orang musyrikin bersiap menyerang pasukan muslim melalui pundak-pundak mereka, mereka akan melewati gunung. Jika orang mukmin berpaling dari gunung, mereka dapat menyerang dan menang, tetapi jika mereka melintasi gunung, mereka yang akan hancur. Karena itu aku berteriak memperingatkan mereka.

Sebulan kemudian ada pembawa berita ke Madinah tentang kemenangan pasukan muslimin. Pada hari peperangan itu terdengar suara seperti suara Umar memperingatkan, "Wahai pasukan Ibnu Hishn, gunung! Gunung ! Menjauhlah dari gunung!" Mereka mengikuti suara tersebut sehingga Allah memberi kemenangan kepada mereka.


Menghancurkan Tradisi Kuno Sungai Nil Dengan Secarik Surat

Setelah Mesir ditaklukkan pasukan muslim dan Amru bin Ash diangkat sebagai Gubernur Mesir. Suatu saat ia didatangi sekelompok penduduk sekitar sungai Nil karena sungai itu sedang kering. Mereka berkata, "Wahai Gubernur, saat ini sungai Nil sedang kering. Kami biasa melakukan suatu tradisi, dan sungai Nil itu tidak akan mengalirkan air kecuali jika kami memenuhi tradisi tersebut."

Waktu Amr bin Ash menanyakan tentang tradisi tersebut, mereka menjelaskan, bahwa setelah berlalu sebelas hari dari bulan tersebut, mereka mencari seorang gadis untuk dikurbankan. Mereka meminta kerelaan orang tuanya, kemudian gadis ini didandani dan diberi perhiasan yang paling indah, dan akhirnya dilemparkan ke sungai Nil sebagai persembahan. Jika semua itu dilakukan, biasanya Nil akan mengalirkan airnya lagi. 

Tentu saja Amr bin Ash melarang dilanjutkannya tradisi yang seperti itu, karena Islam menghancurkan tradisi-tradisi jahiliah yang merusak. Kembalilah penduduk sekitar Nil ini ke rumahnya masing-masing dan sungai itu tetap dalam keadaan kering, hingga hampir saja mereka memutuskan untuk pindah.

Melihat keadaan Masyarakat yang memprihatinkan, Amru bin Ash mengirim surat pada Umar bin Khaththab dan menceritakan keadaan tersebut. Umar membalas surat Amr bin Ash dan membenarkan tindakan yang diambilnya untuk menghentikan tradisi kuno tersebut. Selain itu Umar juga menyelipkan suatu surat lain, yang ditujukan untuk sungai Nil. Amr diminta untuk melemparkan surat tersebut ke dalam sungai Nil yang sedang kering. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut :

"Dari hamba Allah, Umar bin Khaththab, Amirul Mukminin, kepada hamba Allah Nil di Mesir, Amma Ba'du. Jika engkau mengalir dari dirimu sendiri, maka janganlah kamu mengalir. Namun jika Allah yang mengalirkan, maka mintalah kepada Dzat Yang Maha Kuat untuk mengalirkanmu."

Amr melemparkan surat tersebut ke sungai Nil pada malam harinya, sehari sebelum peringatan hari raya salib. Pada pagi harinya, sungai Nil telah terisi air sedalam enam belas hasta hanya dalam semalam, dan mengalir terus hingga sekarang. Sungguh dengan ijin Allah, tradisi kuno yang berjalan ratusan bahkan ribuan tahun telah dihancurkan oleh secarik surat Umar bin Khaththab.



Kekhawatiran Sahabat Nabi Muhamad Saw Umar Bin Khatab R.a sebagai Amirul Mukminin

"Cambuklah aku sebagai tindakan balas"

Suatu hari Umar sedang sibuk dengan suatu urusan penting, ketika seseorang datang untuk mengadukan kalau dirinya didzalimi oleh seseorang. Umar yang merasa terganggu, menjadi marah dan mencambuk orang tersebut, sambil berkata, "Ketika aku menyediakan waktu untuk menerima pengaduan, engkau tidak datang. Sekarang ketika aku sedang sibuk dengan suatu urusan penting, engkau datang mengganggu."

Menerima perlakuan ini, orang itu pergi meninggalkan Umar. Sesaat kemudian Umar sadar apa yang telah dilakukannya adalah salah. Sebagai seorang Amirul Mukminin, tidak seharusnya ia mendzalimi orang yang mengadu kepadanya. Lalu Umar mengirim seseorang untuk menjemput orang tersebut, ketika dia datang, Umar menyodorkan cambuk yang tadi dipakainya untuk mencambuk, dan berkata, "Cambuklah aku sebagai tindakan balas, karena aku telah mendzalimimu!"

"Tidak!" Kata orang itu, "Aku telah memaafkanmu karena Allah."

Umar menangis mendengar jawaban itu, ia pulang dan mendirikan shalat dua rakaat, kemudiian mengatakan pada dirinya sendiri dengan menangis, "Wahai Umar, dahulu kedudukanmu rendah tetapi kini ditinggikan oleh Allah. Dahulu engkau sesat tetapi kini diberi hidayah oleh Allah. Dahulu kamu hina tetapi kini Allah memuliakan dan menjadikanmu seorang khalifah. Namun ketika salah seorang dari mereka memohon keadilan, engkau malah memukul dan menyakitinya, hari kiamat nanti, apa yang akan engkau katakan kepada Allah sebagai alasan?"


"Apa setiap orang Islam mampu membeli tepung yang baik?"

Satu saat ketika Umar sedang makan, pembantunya memberitahukan kalau salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yaitu Utbah bin Abi Farqad datang untuk menemuinya, dan Umar mengijinkannya. Utbah masuk dan duduk bersama Umar dan dipersilahkan untuk makan roti bersamanya. Utbah kesulitan untuk menelan roti tersebut karena terlalu keras, ia berkata, "Padahal engkau mampu membeli makanan dari tepung yang empuk..!!"

"Apakah setiap orang Islam mampu membeli tepung yang baik?" Tanya Umar.

"Tentu saja tidak!" Kata Utbah.

"Sungguh menyesal," Kata Umar, "Engkau menginginkan agar aku menghabiskan seluruh kenikmatan hidupku di dunia ini?"

Memang telah menjadi komitmien Umar ketika diba'iat sebagai Khalifah, "Kalau terjadi kelaparan pada umat Islam, akulah orang pertama yang akan mengalami kelaparan. Dan jika terjadi kemakmuran bagi umat Islam, aku adalah orang terakhir yang merasakan kemakmuran itu."

Dan inilah yang dilihat oleh sahabat Nabi Muhamma Saw Utbah, dan juga sahabat-sahabat lainnya, bagaimana Umar menjalani kehidupannya sebagai khalifah.


"Bagaimana dan dari mana asal susu ini?"

Suatu kali seseorang membawakan segelas susu untuk Umar, Umar yang memang sedang kehausan segera saja meminum susu tersebut., tetapi dirasakannya ada yang aneh dengan susu tersebut, iapun bertanya, "Bagaimana dan dari mana susu ini?

"Di hutan sana ada seekor unta sedekah," Kata orang itu, "Ketika aku berjalan di sana, orang-orang sedang memerah susu unta tersebut, mereka memberikan segelas susu kepadaku, yang kemudian kuberikan kepadamu."

"Astaghfirullah," Kata Umar. Ia memasukkan tangan ke mulutnya, dan berusaha untuk memuntahkan semua susu yang telah diminumnya. Ia tidak ingin ada barang syubhat yang masuk ke perutnya.


"…Itu berarti aku mendapatkan lebih dari hakku yang halal!"

Ketika Bahrain ditaklukan, didatangkanlah sejumlah besar kesturi ke kota Madinah. Umarpun berkata, "Apakah ada di antara kalian yang mau menimbang dan membagi-bagikan kesturi ini pada umat Islam?"

"Saya bersedia menimbangnya!" Kata Atikah, yang tidak lain merupakan istri Umar sendiri.

Tetapi Umar mengabaikannya dan sekali lagi mengulang pertanyaannya. Karena tidak ada yang menjawab, atau bisa juga sungkan karena Atikah, istri Amirul Mukminin telah mengajukan diri, sekali lagi Atikah yang menyatakan kesediaannya, dan Umarpun masih mengabaikannya.

Ketika untuk ketiga kalinya Atikah mengajukan dirinya, Umar berkata, "Aku tidak suka kamu meletakkan kesturi itu di timbangan dengan tanganmu, kemudian kamu menyapukan tangan yang berbau kesturi ke badanmu, karena itu berarti aku mendapatkan lebih dari hakku yang halal."


"….Apakah engkau mengira bahwa sabda Nabi Muhammad Saw akan terjadi pada jamanku?"

Se usai perang Hunain, ketika orang-orang Anshar merasa tidak puas dengan cara Rasulullah Saw membagi ghanimah, beliau mengumpulkan mereka dan menjelaskan alasannya. Setelah itu beliau bersabda, bahwa orang-orang Anshar suatu ketika akan menerima perlakuan berat sebelah dan tidak adil dari mereka yang sedang berkuasa.

Suatu ketika Umar membagi-bagikan pakaian kepada umat Islam. Usaid bin Hudair, salah seorang tokoh Sahabat Nabi Muhammad Saw yang berasal dari golongan Anshar, melihat seorang pemuda Quraisy memakai pakaian pemberian Umar yang lebih bagus daripada yang diterimanya, iapun berkata, "Benarlah Allah dan Rasulnya!!"

Ketika Umar diberitahu tentang penuturan Usaid, segera saja ia menemui Usaid, yang saat itu sedang shalat. Dengan sabar Umar menunggunya sampai selesai shalat, setelah itu ia berkata, "Wahai Usaid, apakah engkau mengira bahwa sabda beliau itu (yakni sabda beliau seusai Perang Hunain) akan terjadi pada jamanku ini? Sesungguhnya pakaian itu telah aku berikan kepada seseorang yang mengikuti perang Badar dan Uhud, dan juga Ba'iatul Aqabah, dan pemuda Quraisy itu telah membeli pakaian tersebut darinya!"

Setelah mendengar penjelasan tersebut, Usaid berkata, "Demi Allah, aku mengira hal itu tidak akan terjadi pada jamanmu!!"

Dalam kasus yang sama, Sahabat Nabi Muhammad Saw yang bernama Muhammad bin Maslamah RA, seorang sahabat Anshar juga, dua kali bertemu dengan orang Quraisy yang berpakaian bagus, dan mereka berkata kalau diberi oleh Amirul Mukminin, yakni Umar bin Khaththab. Sejenak kemudian ia bertemu seorang Anshar yang berpakaian jelek, yang juga diberi oleh Umar. Maka, ketika ia masuk ke dalam Masjid Nabi Saw, iapun berseru agak keras, "Allahu Akbar, sungguh benarlah Allah dan RasulNya!"

Ibnu Maslamah mengulang ucapannya tersebut sampai dua kali. Umar yang mendengar ucapannya tersebut segera menghampirinya dan menanyakan maksudnya, tetapi Ibnu Maslamah menunda menjawabnya hingga ia selesai shalat sunnah.

Usai shalat, ia menemui Umar dan menceritakan apa yang ditemuinya dalam perjalanan, dan juga sabda Nabi Saw kepada orang-orang Anshar setelah berakhirnya Perang Hunain, kemudian ia berkata, "Sungguh aku tidak ingin dan tidak senang, sabda Nabi Saw tersebut terjadi pada jamanmu ini!"

Umar menangis mendengar penuturan tersebut, dan berkata, "Aku memohon ampunan kepada Allah, sungguh aku tidak akan mengulanginya lagi!"


“...naiklah, ini giliranmu…!!”

Pada tahun 16 hijriah, pasukan muslim mengepung kota al Quds, di mana disana terdapat Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha), dan setelah beberapa waktu lamanya, akhirnya gubernur al Quds, Beatrice Sofernius bersedia menyerahkan kota tersebut, khususnya Baitul Maqdis, tetapi langsung kepada Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab. Karena itu komandan pasukan mengirim surat untuk meminta kehadiran Umar ke sana.

Umar langsung menanggapi permintaan tersebut, ia berangkat dengan hanya seorang pembantunya dan satu tunggangan (kuda atau onta). Ketika sampai di luar kota Madinah, Umar berkata kepada pembantunya, “Wahai Ghulam, kita berdua hanya memiliki satu tunggangan. Jika saya naik dan engkau berjalan kaki, artinya aku menzhalimimu. Jika engkau naik dan aku berjalan kaki, engkau yang menzhalimiku. Jika kita berdua naik, kita menzhalimi tunggangan kita…”

“Kalau begitu bagaimana sebaiknya, ya Amirul Mukminin?”

Marilah kita bagi tiga periode waktu, pertama aku yang menaikinya, kedua engkau yang menaikinya, dan ketiga, biarlah tunggangan kita melenggang tanpa beban. Pelayannya tersebut menyetujuinya. Umar memperoleh giliran pertama menaikinya, setelah waktu yang disepakati habis, ganti sang pelayan yang menaikinya, dan etelah waktunya habis, mereka berdua membiarkan tunggangannya bebas.

Begitulah giliran itu bergulir terus, ketika telah memasuki pintu kota al Quds, ternyata bertepatan dengan selesainya giliran Umar, dan ia turun sambil berkata kepada pembantunya, “Kini giliranmu, naiklah!!”

Sang pembantu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, engkau jangan turun dan saya tidak mungkin naik. Kita telah sampai di kota tujuan, di sana ada peradaban, kemajuan dan berbagai pemandangan modern. Jika kita datang dengan keadaan ini, saya naik sedang engkau menuntun, tentu mereka akan merendahkan dan mentertawakan kita. Dan itu akan mempengaruhi kemenangan kita!!”

Tetapi dengan tegas Umar berkata, “Naiklah, ini giliranmu. Demi Allah, kalau memang waktunya giliranku, aku tidak akan turun dan engkau tidak perlu naik!!”

Inilah memang ciri khas Umar, ia takut berlaku zhalim dan bersikap tidak adil kalau harus tetap naik tunggangan hanya karena telah memasuki kota al Quds. Ketika masyarakat kota yang menyambut mereka di Babul Damaskus melihatnya, mereka langsung mengelu-elukan sang pembantu yang menunggang dan mengabaikan Umar yang menuntun tunggangan. 

Memang, dalam penampilan dan baju yang dikenakan, Umar tidaklah jauh berbeda dengan pembantunya tersebut. Bahkan ada beberapa orang yang melakukan penghormatan dengan sujud, sehingga pembantu itu memukulnya dengan tongkatnya, sambil berkata, “Celaka kalian, angkatlah muka kalian, sungguh tidak boleh bersujud kecuali kepada Allah semata..!!”

Ketika tiba di hadapan gubernur Beatrice Sofernicus dan pasukan muslimin, barulah mereka tahu kalau Amirul Mukminin Umar bin Khaththab itu adalah yang berjalan menuntun tunggangan, karena mereka menyapa dan menyalaminya.


Gaji Umar bin Khaththab sebagai Amirul Mukminin

Seperti halnya yang ia sarankan kepada Abu Bakar, setelah diba'iat sebagai khalifah, Umar tidak mungkin tetap berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Karena itu ia mengumpulkan masyarakat Madinah seraya berkata pada mereka, "Dahulu aku berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluargaku, sekarang kalian telah memberiku kesibukan dalam menangani urusan ini, bagaimana aku akan memenuhi kebutuhan hidup keluargaku?"

Merekapun setuju memberikan tunjangan kepada Umar sebagaimana dahulu diberikan kepada Abu Bakar, tetapi berbagai usulan yang berbeda muncul dalam menentukan jumlahnya. Setelah berbagai perbedaan pendapat tanpa kepastian, Umar berpaling kepada Salah seorang Sahabat Nabi Muhammad Saw yang merupakan sepupu Nabi Saw Ali bin Abi Thalib, "Bagaimana pendapatmu, wahai Ali?"

"Ambillah uang sekedar yang bisa memenuhi mencukupi kebutuhan keluargamu!!" Kata Ali.

Dengan senang hati, Umar menerima usulan Ali ini. Berlalulah waktu, Islam memperoleh kejayaan dimana-mana sehingga harta benda mengalir ke Madinah memenuhi Baitul Mal. Beberapa sahabat Nabi Muhammad Saw , di antaranya Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah termasuk Ali bin Abi Thalib berkumpul dalam satu majelis untuk mengusulkan kenaikan tunjangan bagi Umar, karena tunjangan tersebut dinilai terlalu kecil, terlebih jika melihat begitu banyaknya kekayaan negara dalam Baitul Mal.

Kesepakatan tercapai, tetapi mereka takut untuk menyampaikan hal ini pada Umar. Karena itu mereka meminta tolong kepada Hafshah RA, putri Umar yang juga Istri Nabi Saw, untuk menyampaikan usulan ini pada Umar, tetapi mereka berpesan agar merahasiakan nama-nama mereka. Ketika Hafshah mengemukakan usul ini, Umar menjadi marah.

"Siapa yang mengajukan usul tersebut?" Kata Umar dengan nada tinggi.

"Bagaimana pendapat dulu, ayah?" Kata Hafshah mengelak, karena ia telah berjanji untuk merahasiakannya.

"Seandainya aku tahu nama-nama mereka, niscaya aku pukul wajahnya," Kata Umar,

"Katakan padaku Hafshah, apakah pakaian terbaik Nabi Saw yang ada di rumahmu?"

"Sepasang pakaian berwarna merah, yang dipakai pada hari Jum'at dan ketika menerima tamu…"

"Makanan apa yang paling lezat, yang pernah dimakan Nabi SAW di rumahmu?" Tanya Umar lagi.

"Roti yang terbuat dari tepung kasar, yang dicelup ke dalam minyak. Suatu kali saya oleskan sisa-sisa mertega, dan beliau memakannya penuh nikmat dan membagi-bagikannya pada orang lain…"

"Alas tidur apa yang paling baik, yang pernah dipakai Nabi SAW di rumahmu?" Tanya Umar lagi.

"Sehelai kain tebal, yang pada musim panas dilipat empat, dan pada musim dingin dilipat dua, separuh dijadikan alas tidur, dan separuhnya lagi untuk selimut…" Kata Hafshah.

Umar kemudian berkata, "Sekarang pergilah, katakan pada mereka Rasulullah telah mencontohkan pola hidup seperti ini dan aku mengikuti beliau. Nabi Saw, Abu Bakar dan aku bagaikan tiga orang musafir yang menempuh suatu jalan. 

Musafir pertama telah sampai dengan perbekalannya, musafir kedua telah mengikuti jejak musafir pertama. Dan yang ketiga ini baru saja memulai perjalanannya, kalau ia mengikuti jejak keduanya, ia akan sampai kepada mereka, jika tidak maka ia tidak akan pernah bertemu mereka lagi."

Demikainlah Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw salah satu khulafaur Rasyidin yang memiliki sifat zuhud yang tinggi sama halnya dengan Rasulullah Saw, semoga kisah ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita agar dapat menjalani hidup yang lebih baik seperti halnya beliau.

Baca Juga Kisah Wafatnya Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Bin Khatab yang merupakan kelanjutan dari kisah ini, mari kita jadikan kisah ini sebagai pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik.

Jika Artikel ini bermanfaat Bantu untuk Like, G+ dan Share yah sahabat. Terima Kasih telah berkunjung dan membaca Artikel di Blog ini.
Previous
Next Post »

1 komentar:

Click here for komentar
weedhus.com
admin
22 Desember 2019 pukul 09.18 ×

Artikel yang bermanfaat, dan bagus. Boleh kunjungi juga:

Produsen Kaos Dakwah

Jual Koas Dakwah

Kaos Dakwah Quotes

Congrats bro weedhus.com you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar
Thanks for your comment